Jogja, dalam kondisi dikejar deadline, 25 Februari 2007.
Aku masih belum mampu menyingkirkanmu dari sel otakku. Entah kenapa melamunkanmu serasa menjadi sangat penting dalam siklus hidupku kali ini. Kamu tahu, aku tidak lagi ingin berharap apapun. Aku takut disakiti, aku takut menjadi yang dikalahkan. Aku tidak ingin berandai-andai lebih buruk lagi. Tidak ingin lagi membagi setiap sel waktu yang aku punya untukmu. Bahkan ketika kamu benar-benar eksis, aku tetap tidak menginginkan itu terjadi.
Kamu tahu, aku terus meyakinkan diriku sendiri bahwa segalanya akan berlalu dengan baik-baik saja. Dan aku terus meyakinkan diriku lebih dan lebih lagi. Cuma untuk mengantisipasi jatuhnya aku ketika menampakmu tersenyum kepada sosok lain. Tidak menangis. Tidak menangis. Jangan sampai menangis. Karena menangis tidak berarti apapun. Tidak merubah apapun. Walaupun mungkin aku akan tetap keras kepala dan memilih menangis. Jika itu memang sanggup meringankan apa yang kurasakan. Jika memang itu memiliki makna… hanya jika itu bermakna sesuatu.
Fact : aku justru memikirkan orang lain. Bukan menyesal. Bukan apa-apa. Hanya memikirkan saja. Apakah ucapan selamat berbahagia cocok untuknya? Kurasa memang begitu. Selamat bahagia…
Jogja, ketika waktu hanya tercipta untuk bermalas2an, 3 Maret 2007
Tidak tahu… tidak mengerti… sedang tidak ingin berpikir keras. Hanya ingin mencabik-cabik waktu dengan tidak melakukan apa-apa. Hanya ingin mengalir. Tuhan, aku hanya ingin memejamkan mata. Sebentar saja… terima kasih untuk semuanya Tuhan.
Jogja, 4 Maret 2007
Dimulai dari ketika matahari mulai mengintip malu-malu, dan aku tetap saja kukuh terlelap. Bangun siang hari. Sekitar 09.00wib. bangun dan terpaksa mandi, itung2 menebus hari kemarin yang gak mandi sama sekali. Pyuh… gak nyangka bisa sejorok itu. Setelah puas makan dengan cepat, karena gak da pilihan lain dengan terpaksa musti langsung nelen mie rebus yang amis itu masuk perut, yang penting ada asupan makan de…
Setelah itu, ke tempet mbak indie. Ngasih flash+ulasan dikit tentang seminar nasional. Satu pekerjaan terselesaikan. Tapi masih ada tumpukan tugas yang lain, proposal, follow up, adv.agency, psikokom, cybermedia. Huf…. Jangan ngeluh!
Bermalas2an lagi, tapi kali ini beda setting tempatnya, kali ini nebeng di kamar mbak indie sambil ngeliat ‘kado’ buat temen mbak indie. Trus, turun dan makan lagi. Akhirnya ada asupan makanan bergizi juga ke perut aku. Tapi sebelum makan sempet nimbang badan. Ko tambah gendut ya? Diet gak ya….
Setelah ngobrol2 di ruang makan tercetus ide menikmati cerahnya hari ini. Gak tau kemana. Yang penting, main. Akhirnya muter2 pedesaan yang indah, nyaman, dan menyenangkan. Mampir ke teh poci kaliurang, beli susu jahe panas sama dua pancake aroma telor isi keju yang eneg. Tapi lumayan. Mampir bentar ke tempet mira. Numpang pipis, minjem jaket, tes psikologi bentar. Trus pulang gak tau lewat jalan mana. Ngeliat satu bintang yang terang banget di langit. Sampe rumah, baringan skalian nonton jomblo. Mata lumayan merem-melek, berasa melayap (tidur ayam-red). Setelah cukup bosan, denger musik and nulis ini. Masih ada cucian setumpuk, setrikaan audzubilah, kamar ancur. So, what should I do now? Well, can I let it flow and enjoy it… have a very nice life….
Jogja, deal iklan pertama, 7 Maret 2007
Akhirnya, hari ini aku denger juga satu perusahaan yang mau pasang iklan. Akhirnya… sekarang aku musti lebih yakin kalo aku pasti bisa… ayo dee… chaayoo….
Lagi seneng juga. Maaf ternyata aku masih belum bisa menghindar sepenuhnya dari kamu. Menepis semua perasaan aku. Aku gak tau perasaan ini apa namanya. Aku juga gak tahu seandainya kamu cuma manfaatin aku. Gimana kalo ternyata kamu cuma mainin aku? Setelah kamu puas, kamu bisa aja kan pergi gitu aja? Gak ada jaminan sama sekali kalo kamu bakal tinggal. Can I trust this damn feeling? Can I trust you? I doubt it….
Jogja, setelah vakum untuk sekian lama. 23 April 2007
Semangat itu bisa datang dari manapun… dari siapapun. Tak terduga. Tak bisa dikira-kira. Datang begitu saja. Setidaknya cukup memompa adrenalin untuk terus melaju. Untuk tetap berjalan. Berusaha tidak mengeluh. Tetap kuat. Bersama dunia dan teman-teman. Aku mencintai kalian. Mencintai hidupku. kedua orangtuaku. Saudara sedarahku. Tapi tidak lagi terlalu yakin, untuk tetap mencintai kamu. Bisakah kamu bahagia? Aku takut mengenangmu dengan tidak adil. Aku ingin mengenangmu sesuai porsinya. Tepat. Supaya rasanya tetap lezat. Tidak berkurang ato berlebih. Dan kalaupun kita memang tidak digariskan untuk sejalan. Biarkan saja kamu dan aku bisa bahagia. Tanpa satupun yang menyesali apapun. Mungkin semua memang harus terjadi…. Untuk alasan yang terbaik…
Sekarang, mari berbicara tentang hari ini… bertemu teman lama, sudah saatnya keluar dari tempurung. Saatnya kembali ke peradaban. Saatnya tertawa dan bersenang-senang. Saatnya bertransformasi. Menyelesaikan segala hal dengan lebih cepat dan tepat. Beradaptasi dengan segala kondisi, yang sungguh harus dinikmati agar semakin terasa menyenangkan. ‘Hari ini adalah hari yang menyenangkan’ selalu saja tersenyum simpul, mengingat bagaimana seseorang mengucapkan kalimat itu dengan keyakinan yang ragu-ragu. Seolah bertanya, ‘apakah aku sudah mengucapkannya dengan benar?’ ‘apakah aku bisa mempercayai kalimat yang barusan kuucapkan?’. Semoga saja dia bisa sedikit berharap, pada sesuatu. Karena berharap, walaupun terkadang tidak menyenangkan, justru mampu membuat kita bertahan. Setidaknya untuk beberapa saat. Semoga sinar yang ada di matanya tidak kembali meredup. semoga seseorang, siapapun, mampu lebih menjaganya, nyala kecil itu. Walaupun berarti aku akan menangis. Sedikit. Sekedar menenangkan hati. Yah, semoga saja harapan ini tidak mati… semoga.
Jogja, didalam kamar kost yang walaupun berantakan tapi tetap mampu menghadirkan kehangatan tersendiri, 24 April 2007
Pengen bisa merem trus tidur nyenyak. Tapi masih ada janji yang belum selesai. Masih ada hal yang belum lunas. Hari ini sempat mengalami serangan jantung ringan, versi kelas bulu terbang. Hal yang biasa, cuma jarang terungkap aja. Hanya saja malam ini akhirnya terucapkan dari mulut seorang sahabat dekat. Sudah bisa diduga. Penggalan kalimat-kalimat bisa melalui mulut siapa saja kan. Ya sudahlah, mau apa? Aku hanya ingin menjadi sosok yang jauh lebih baik. Hanya itu. Apapun jalan yang kuambil, semampunya yang dapat kutempuh.
Sepertinya sudah terlalu larut, selamat malam. Selamat tidur dan mimpi indah.
Jogja, pulang setelah seharian berkelana, 25 April 2007
Setiap kali pulang kekamar ini yang tersisa hanya ngantuk yang sempurna. Tempurung yang tenang dan tepat untuk sembunyi. Walau setelahnya merasa bersalah setengah mampus. Tunggu sebentar ada yang harus dilakukan….
Jogja, menyambung pembicaraan yang terputus, 26 April 2007
Kemarin, setelah petir menggelegar kenceng. Mau gak mau musti matiin computer. Daripada meledak. Baru aja keluar duit 100ribu buat mbak monitor yang sekarang sudah lengkap dengan tempelan memo-memo sebagai pengingat. Gak mau nyari masalah lagi.
Hari ini, hampir aja keilangan flash+data-data penting yang belum sempet dicopy. Alhamdulillah masih dikasih kemudahan, masih dikasih jalan. Ya Allah, terima kasih untuk kehidupan yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Jagalah hamba dan orang-orang terdekat dalam hati hamba ya Allah… terima kasih.
Sekarang sudah saatnya melakukan pekerjaan yang sempat tertunda….
Jogja, jalanan yang mendadak menjadi begitu menyenangkan, 27 April 2007
Hari ini, satu demi satu tanggung jawab bisa terselesaikan. Sedikit demi sedikit mulai terang… bahagia… senang…. Riang dan gembira… rasanya ingin mengalami hari sibuk ini sekali lagi. Rasanya mulai kembali menemukan diriku lagi, yang pernah menghilang. Gak papa lah kembali menjadi destila yang sedikit individual dan mandiri, asalkan bisa mengurangi perasaan tidak nyaman oleh penat, sendiri dan ketergantungan.
Ingin kembali menjadi si netral yang ringan dan bisa tertawa bahagia….
Selamat kembali ke dunia amanku….
Jogja, setelah melahap setengah porsi tiramisu cinta, 28 April 2007
Ada banyak hal yang bikin aku kangen sama kamu, banyak hal juga yang bikin aku benci mampus sama kamu. Malam ini, dua-duanya seimbang.
Diluar itu semua… hari ini akumulasi kelelahan dua hari terakhir ini… semoga esok selalu lebih baik yaa…..:)
Jogja, vakum untuk sementara, 2 Mei 2007
Malam ini berencana makan malam. Besok pagi harus puasa.
Jogja, akumulasi seminggu kegagalan, 5 Mei 2007
Bahagia… punya camera baru:) akhirnya, bisa juga nikmati hasil kerja bapak. Besok pagi harus bangun pagi-pagi, ke jogja gallery. Ada acara bersama media. Gak tau kenapa, ada yang bikin aku gak nyaman, merasa terancam oleh diri sendiri. Wuah… mengalahkan diri sendiri itu memang susah setengah mati. Semoga aku berhasil… doakan saja … semuanya… tolong doakan aku. Terima kasih…
Saatnya tiba untuk kembali mengawali hari…
Jogja, menempa penat dalam otak, 11 Mei 2007
Terkadang keraguan datang saat kita membutuhkan kepastian, apa yang aku jalani sekarang sudah yang terbaik? Apa yang menjai berbagai inginku akhir-akhir ini sudah sepatutnya? Atau mungkin aku yang sangat naïf dan terlalu muluk…
Jogja, malam minggu yang cukup mengesankan, 12 Mei 2007
Pagi hari telat datang rapat. Membahas berbagai perkembangan dan rencana selanjutnya. Rasanya lelah… rasanya menjadi manusia tolol. Seharusnya mampu memberi lebih… sore hari memohon kepastian satu pihak. Saatnya telah tiba untuk menyiapkan segala file penting. Bertemu orang lain yang cerdas dan berwawasan. Rasanya menyenangkan dan menentramkan. Minggu besok harus menjadi lebih dan lebih baik lagi… berharap segalanya menjadi jauh lebih baik. Terima kasih ya Allah.. atas segala karunia yang telah Engkau limpahkan pada hamba… ampuni hamba jika masih belum mampu sepenuhnya menjadi muslim yang taat. Jadikanlah hamba selalu umat-Mu ya Allah… dan hidup dalam tatanan Islam, agama yang paling sempurna.
Jogja, menyambut kedatangan ‘mbak monitor’ kembali, 1 June 2007.
Setelah sempat cukup lama…. Berpindah tangan ke koord. Redaksional trulyjogja.com akhirnya si mbak monitor yang sangat kucintai ini kembali lagi ke tanganku.
Selamat datang… mari temani aku berkelana lebih jauh lagi. Inilah saatnya.
Semalam mengambil setting di sebuah tempat kopi rekanan, awak truly kembali berkumpul bersama tiga rekan baru. Selamat datang di dunia kami yang penuh kegembiraan…:)
Membahas banyak hal baru… planning baru… tantangan baru… mulai berlari dan jangan lengah. Pulangnya mampir makan dulu di jalan solo, beli bubur plus anak dugem yang gaul abiz… hah… sengak! Hehehe…ngobrolin macem2 ma bu pemred, adiknya, dan reporter kuliner terbaik. Hehe…
Ohya…
Dalam jeda waktuku kemarin, sempat bertemu kamu, pengen cerita… pengen berbagi. Tapi macet. Aku mendadak menjadi si bodoh yang kembali terjebak dalam alurmu, menjadi yang dipersalahkan dan menyalahkan. Aku kehilangan diriku yang biasanya ketika ada di sampingmu. Kamu terlalu kuat untukku. Terlalu keras. Walaupun akhirnya terkecap juga kalimat ‘aku peduli sama kamu, terlepas dari keinginanku untuk kembali, aku benar-benar peduli’. Huh… andai kamu tahu… perasaan itu memang sudah cukup memudar, seiring waktu aku melepaskan kamu, memaksa diri sendiri untuk bisa mengikhlaskan kamu. Perasaan-perasaan itu sudah lagi tidak begitu penting. Semoga kita semua bahagia ya…
Aku cuma berharap kamu cukup peduli dengan dirimu sendiri… sama ketika dulu kamu begitu peduli tentang aku. Sama ketika kamu menjaga aku semalaman waktu aku sakit… begitupun harusnya kamu memperlakukan dirimu sendiri. Kenapa yah kamu selalu mengingkari diri kamu sendiri. Menganggap segala hal yang terjadi di hidupmu biasa saja… bukan hal yang istimewa. Kamu terlalu tenang… dan justru aku takut setengah mati dengan apa yang kau simpan, pendam diam-diam.
Kamu ingat kita pernah berbicara tentang kesabaran… kamu merasa saat itu kamu orang yang paling sabar, menghadapi aku yang setengah mampus menyebalkan :) dan aku bilang ma kamu. “Ada perbedaan tipis antara sabar dengan memendam. Orang yang sabar berusaha untuk menahan diri, tapi dia tahu persis apa yang dia hadapi dan apa yang menjadi masalahnya. Dia mampu mendefinisikan perasaannya dengan baik. Apa yang dirasakan, bahkan marah dan perasaan diperlakukan tidak adil, dia mengakui segala perasaan yang timbul dan menerima itu sebagai bagian dari dirinya. Dan orang sabar tidak menjadikan perasaan marah yang dia rasakan menguasai hatinya. Tapi orang memendam, dia diam, seringkali tanpa komentar. Menelan semua marah dan rasa yang muncul. Tapi entah kapan, ketika semua perasaan itu sudah terlalu menggunung yang ada Cuma kemarahan yang tidak bertujuan. Dia gak tahu marah untuk apa. Karena dia memang gak terbiasa berbicara maupun berdamai dengan dirinya sendiri. Dia gak terbiasa mengurai perasaannya menjadi lebih transparan. Dia seperti benang kusut yang tidak tahu dimana ujungnya.”
Beberapa hari setelah percakapan itu… bahkan ketika aku pun sudah mulai melupakannya. Kamu menggenggam tanganku dan berkata ‘aku mikirin apa yang sayang bilang kemarin tentang tipe orang sabar dan memendam. Sayang bener. Kayanya aku tipe orang yang mendem ya?’ aku Cuma diam, dan membalik pertanyaan ‘menurutmu gimana?’ kamu yang berkerut-kerut berkata tidak sabar, ‘ya..menurut sayang apa? mendem ya? iya ya?’ seandainya aku bisa lebih bijak bersikap, aku ingin bersikap lebih baik lagi, ingin berucap lebih baik lagi. Untuk menenangkan… untuk memberikan jawaban yang lebih berarti. Tapi tidak… aku masih terlalu labil dan sangat kekanakan… aku cuma mengangguk, mengangkat bahu tanda lepas tangan dan terdiam. Kamu… lelaki yang saat itu baru kukenal. Tidak cukup mengenali dirinya sendiri. Saat itu entah seperti apa kita terlihat… dua anak kecil berbicara cinta yang tidak sepatutnya.
Sempat terpikir untuk menuangkan semua tulisan ini ke dalam blog… untuk kamu baca. Sengaja untuk kamu. Menebus semua cerita yang terbengkalai kemarin… untukku, lebih baik berkata-kata lewat tulisan. Hanya itu caranya untuk bercerita dengan baik dan benar denganmu. Mungkin nanti setelah aku selesai membenahi sistemnya, secepatnya kukabari kamu. Supaya aku gak utang cerita lagi ma kamu… :) padahal sih aku tahu, kalaupun kamu baca ya udah selesai. Kamu gak akan terpikir untuk membahas ini. Untuk berkomentar balik. Menjadikan ini sebagai media diskusi. Untukmu segala hal yang terjadi adalah biasa aja. Kamu bakal bilang “ya udah, kan kamu Cuma minta aku baca. Terus ngapain? Emang aku mo komentar apa? Ya udah, bagus.” Hehehe… dasar lelaki berlogika yang menyebalkan. Hehehe…
Ngomong-ngomong ini ungkapan hati terpanjang loh… kamu memang hebat… inspirasi terkuat… hahaha…
Thursday, May 31, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment